Rabu, 26 Maret 2008

Lika-Liku Pengemis (1)
Lika-Liku Pengemis (1)

Batam dianggap sebagai lahan baru dan menjanjikan, mungkin itu yang ada dalam benak sebagian pengemis yang tertangkap basah saat sweeping yang dilakukan oleh Dinsos dan Permakaman minggu lalu.
Sebelum “hijrah” ke Batam, sebut saja Pertua ( bukan nama sebenarnya), telah melakukan tindakan mengemis ketika masih di Medan. Penghasilan saya waktu itu sekitar 20 an ribu kotor perhari. Menarik sekali dengan penuturan pendapatan kotor,
Dengan sedikit mimik yang memelas, perempuan setengah tua itu menjelaskan bahwa dirinya harus membeli makan dan minum ketika perut sudah mulai lapar. Artinya, penghasilan 20 ribu tadi masih dikurangi untuk kebutuhan selama dia mengemis di jalanan.
Ketika sudah menjamah Batam, dirinya memperoleh peningkatan dari sisi “ pendapatan “ , bahkan tidak jarang mendapatkan uang diatas 50 ribu per harinya. Kalau dihitung sebulan, tentunya angka tersebut telah melebihi UMR kota Batam dong.
Lain lagi cerita ibu satu anak umur satu tahun yang juga sedang mengandung 5 bulan, ketika tertangkap mengaku bahwa dia butuh uang untuk ongkos pulang ke Medan, kampong halamannya.
Namun ketika dalam penampungan, ibu yang nikah bawah tangan tersebut dengan lancarnya bercerita tentang masa lalu nya hingga tertangkap sweeping yang dilakukan oleh Dinsos dan Permakaman Batam.
Kehamilan yang kedua ini juga dengan suami yang berprofesi sebagai pengemis di Batam. Perkenalan terjadi sekitar 3 tahun yang lalu ketika dirinya mencoba nasib untuk bekerja di Malaysia. Akibat paspor yang ditunggu tidak kunjung datang,
Waktu itu mereka satu kapal, saling tegur dan kenal, singkatnya sampai jenjang pelaminan. Yuke ( bukan nama sebenarnya ), mengakui bahwa dia menjadi istri kedua serta secara terus terang juga tahu bahwa sang suami berprofesi pengemis.
Perjalanan hidup memang tidak semua orang bisa tahu, gara- gara masakan yang tidak seperti biasanya, serta keterlambatan membuka pintu, vonis cerai jatuh pada dirinya. Proses nya pun juga sangat sederhana, cukup dengan surat yang ditanda tangani oleh suami diatas meterai, putus sudah mahligai perkawinan Yuke yang saat ini butuh uang untuk pulang kampung.
Pernikahan itu sakral, proses nya pun kadang banyak sisi administrasi yang harus dipersiapkan dan dipenuhi, belum lagi upacara adat maupun keagamaan yang biasanya juga membutuhkan waktu, pemikiran, biaya dan juga tenaga.
Ibarat pepatah, habis manis sepah dibuang, kini Yuke dan anaknya pulang ke kampong, rasa dendam masih membekas pada dirinya. Keinginan untuk membesarkan anak dan melahirkan bayinya dengan selamat akan dibuktikannya nanti.

Lika _ Liku Pengemis (2)

Sementara itu, Pertua yang lain juga tertangkap bersama dua anaknya yang parasnya cantik dan lucu. Mengaku mengemis baru pertama kali dan terpaksa dilakukan akibat suami yang sedang sakit.
Saat identifikasi yang sangat menyedihkan mendengar kedua anaknya yang berumur 5 dan 8 tahun tersebut ternyata belum sekolah. Secara nurani, terbersit apa benar ini anaknya ? namun secara terpisah anaknya meyakinkan kita bahwa itu benar orangtuanya.
Modus operandi para pengemis memang bermacam cara, seperti umum ketahui bahwa masyarakat Indonesia sebagian besar mudah tersentuh hatinya ketika melihat pemandangan yang meleas. Maka tidak jarang para pengemis itu mengendong bayi atau melibatkan anak kecil untuk melakukan kegiatan yang sudah jelas tidak baik.

Ibu dua putri ini memang lugu dan sulit untuk diajak bicara secara panjang lebar. Dia mengakui bahwa tinggal di daerah Tanjung Uma dan memiliki rumah dua pintu yang dia sewakan. Namun ditambahkan pula bahwa itu tidak cukup untuk biaya hidupnya.
Satu pintu disewakan Rp. 200 ribu, kondisi sakit suami mengakibatkan dirinya dengan kedua anaknya mengemis di simpang jalan arah Jodoh Sabtu yang lalu. Ketika anaknya ditawari untuk dimasukan panti asuhan, secara tegas dirinya menolak sambil mendekap sang anaknya.
Begitu suami datang, secara tegas mengatakan bahwa dia sudah melarang istrinya untuk melakukan hal tersebut, namun karena sedang sakit maka terjadilah penangkapan yang menimpa istri dan kedua anaknya.
Kita juga bisa memaklumi kalau populasi pengemis di Batam mulai menjamur, salah satu indikasinya bisa digambarkan dengan tertangkapnya pengemis buta sebut saja Asta ( bukan nama sebenarnya ).
Pada awalnya Asta memiliki sertifikasi untuk memijat dan sudah bekerja pada salah satu panti pinajt netra di Batam. Akibat bisikan dari temen mangkalnya, dia berbalik dengan mengemis pada simpang jalan dekat Lippo Bank , Nagoya.
Saya sebenarnya malu, namun dengan makin banyaknya pendapatan yang diperoleh dengan mengemis dan dirasakan bener kata temen – temen mangkalnya sampai pada akhirnya dirinya tertangkap oleh satpol PP Dinsos dan Permakaman Batam.
Pendapatan Asta paling rendah 20 ribu dan ketika tertangkap Minggu (23/3) lalu diperoleh Rp.235 Ribu dalam kurun waktu 6 jam dia mengemis di lokasi mangkalnya seputaran simpang jalan dekat Lippo Bank.
Dari keseluruhan cerita pengemis yang tertangkap, pada intinya mereka butuh untuk melangsungkan kehidupannya. Alasan yang mungkin wajar dan logis, jalan pintas rupanya yang mereka lakukan. Dengan bekal meminta belas kasihan ternyata mereka bisa memperoleh secara mudah dan dari ukuran “ penghasilan “ termasuk cukup untuk hidup di Batam dengan sewa kamar senilai Rp.250.000 perbulan seperti dituturkan Yuke.
Mereka tidak mengetahui bahwa itu dilarang , bahkan dari sudut mana pun agama juga tidak mengijinkan untuk mengemis. Keberadaan pada simpang – simpang jalan, selain mengganggu lalu lintas, mengurangi estetika pemandangan juga bisa berbahaya bagi dirinya serta orang lain yang sedang mengendarai.
Penangkapan , pemulangan dan penyaluran juga belum menjamin bahwa pengemis tidak akan mengulangi kembali perbuatan tersebut. Semua menjadi tanggung jawab bersama, masyarakat juga dihimbau untuk menyalurkan sedekah kepada yayasan atau panti social yang ada di Batam.
Selain itu, efek jera dengan menginformasikan tentang keberadaan pengemis pada simpang – simpang jalan untuk dilakukan sweeping juga ikut berperan dalam mengurangi populasi pengemis di Batam.
Pada akhirnya, dengan makin berkurangnya lokasi mangkal pengemis dan menurunnya pendapatan bisa juga diharapkan dapat sedikit menanggulangi permasalahan social di Batam yang sudah tentu tidak saja pengemis, masih banyak yang lain.

Tidak ada komentar: