Jumat, 29 Agustus 2008

Berhati-hatilah Dengan Anak Nomor Dua



Pengalaman berharga bagi orangtua, anak saya kedua, Fadly namanya, dia sudah duduk di bangku SMP kelas satu, laki - laki. Emang agak kuper" kurang pergaulan ", begitu pikir saya. Banyak tingkah yang kadang memanaskan hati, emosi maksudnya. Belum lama ini, mamanya dibuat marach cuma gara-gara baju sekolah kekecilan. Disuruh untuk lapor gurunya saja, tidak mau bahkan malah " memerintah " ibunya untuk yang lapor kepada gurunya.
Karuan saja menimbulkan keinginan tau saya terhadap pergaulan Anak saya tersebut di sekolahnya. " Dy, begitu saya mengawali pembicaraan. Saya tanya nama temen - temen kelas nya, dia hanya menyebut dua nama yaitu Fahrul dan Indra selebihnya dengan nada emosi dijawab tidak tau. Bahkan nama kepala sekolah pun juga tidak tahu, cuma sebatas guru matematika dan wali kelas yang kebetulan dijabatnya. selebihnya tidak tau. Tentu sebagai orangtua, ini karena tidak tahu atau malas menjawab.
Saya coba adiknya atau si bungsu Icha, Dengan lancar bisa menyebut 10 nama temen sekolah di TK Sandhi Yudha, bahkan 5 guru termasuk kepala sekolah dia sebut dengan lancarnya. Menarik dan membuat hati berbangga, atas jawaban yang dilontarkan ketika ditanya , " Dimana kantor bapaknya?. si bungsu usia 5 tahun tersebut menjawab dekat kantor Mega Mall. Sebuah jawaban yang paling tidak menunjukkan anak itu sudah bisa menggunakan logika berpikirnya. Kantor Saya memang di Batam Center dekat dengan lokasi Mega Mall atau tepatnya pada Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Batam di gedung Pemko Batam Center.
Mencoba menganalisa terhadap anak - anak tetangga terutama yang nomer dua, ada sedikit jawaban namun perlu dibuktikan lebih jauh. Setelah ditilik, sementara dibuktikan bahwa anak nomor dua, biasanya kalau tidak pinter sekali ya nakal itu kesimpulan sementara. Boleh percaya boleh tidak.
Mungkin secara psikologis, anak kedua bisa jadi dari sisi perhatian tidak semaksimal anak pertama. Disamping itu, anak kedua senantiasa dibandingkan dengan anak pertama atau adiknya yang memiliki kelebihan dibanding dirinya. Tanpa mengajari, ada baiknya diperhatikan juga anak kedua.
Khusus bagi anak kedua yang ternyata lebih bandel dibanding dengan anak yang pertama. Dari perasaan yang dibandingkan tadi, memang terjadi dua kemungkinan yaitu merasa terpacu untuk bersaing dengan kakaknya atau malah justru berlawanan dengan maksud untuk lebih mendapatkan perhatian dari orangtuanya.
Bersyukur rasanya, kenakalan anak - anak masih dalam batasan yang bisa dikendalikan. Info ini bisa saja dijadikan bahan sudahkah adil kita terhadap anak - anak kita ?????

Tidak ada komentar: