Selasa, 06 Januari 2009

Anak, Hiburan dan Harapan

Enak cerita anak, daripada cerita pekerjaan. Jelang tahun baru, kami berkesempatan untuk merayakan bersama-sama dengan keluarga dan tetangga dekat. Si bungsu lagi " apes", sehari menjelang tahun baru 2009, terkena cacar, untung kata dokter segera diperiksa dan tidak begitu terlambat.
Memang sich, dokter bilang tidak masalah kalau renang, namun akibat kurangnya pengertian yang sama, Icha justru terkucilkan dari gerombolan temen sebaya. Rasa ketakutan ketularan menjadi si bungsu lebih banyak menghabiskan waktunya di kamar hotel.
Kendati masih TK, namun yang menjadi rasa haru tumbuh sebagai orangtua, ketika Icha menulis pada sebuah halaman koran terbitan Batam, yang ditulis dengan pensil bertuliskan " Ada cacar di Tiban Blok N, namanya Icha. Jangan dekat bahaya" begitu bunyi yang tertera pada kolom iklan berwarna.
Ketika saya sampaikan bahwa tidak menular dengan bukti bahwa saya masih mau mengendong dan deket, jawabnya " Ya tidak nular karena bapaknya, sebuah jawaban polos yang memberikan kita bahwa anak tetap membutuhkan perhatian dan juga kasih sayang dengan orangtuanya.
Belum kering cacar yang dideritanya, tiba saatnya masuk sekolah. Secara kebetulan kedua abangnya terima rapot, yang SMP alhamdulilah nilainya cukup buat beli krupuk begitu saya mengomentari nilai yang didapat Fadly anak kedua saya. Lain cerita dengan yang SMA, secara kebetulan saya sendiri yang ambil, nilai yang didapat tidak lebih dari sebatas pantas begitu komentar sang wali kelas.
Sebagai orangtua, tentu ingin memberi komentar, keduanya sengaja saya nilai kurang rajin dan terlalu banyak nonton tv. Maka ceritalah masa lalu ketika masih di SMP dan SLTA dengan menunjukan nilai rapor yang masih tersisa rapi di lemari.
Cerita tentang jalan kaki ke sekolah dan belajar dengan pakai lampu petromak dengan maksud untuk membandingkan bahwa anak-anak sekarang lebih "enak" untuk belajar, justru mendapatkan jawaban yang mengagetkan. "Itu khan dulu pa, sekarang khan beda. Loh jadi dengan kondisi yang lebih enak, hasilnya emang beda juga, namun disayangkan nilainya malah lebih kecil dari jaman dahulu.
Jadi orangtua jaman sekarang memang susah - susah gampang, berharap ingin anaknya seperti kita jaman dahulu tidak usah perlu berharap. Mereka tidak nakal saja kita sudah bersyukur, apalagi punya prestasi. Tugas kita memberi kasih sayang, memberi mereka pendidikan dan juga bimbingan mungkin itu yang wajib.
Kalau dipikirin terus seperti kenakalan dan bandel tentu bikin rambut cepat ubanan, Masing - masing anak sudah ada suratan hidupnya itu saja yang dipikir. Berharap jadi pemain sepakbola, anak justru suka main bulutangkis, berharap yang kedua mau olahraga malah cenderung tidak suka olahraga.
Pada akhirnya, anak memang menarik dibahas dan diceritakan, seperti halnya liat anak kecil kita jadi ingat anak kita, tapi kalau liat perempuan seakan - akan sengaja atau pura-pura lupa orang rumah. Kembali kepada masing - masing, intinya anak memang harapan yang bisa dinantikan, corat-coret kita sejak kecil sampai menjelang remaja akan menjadi buah yang pada akhirnya bisa membahagiakan kita nantinya.

1 komentar:

HENNY mengatakan...

Mantap juga bung chris ceritanya.
anak-anak sekarang gampang-gampang susah mendidiknya.

Tapi nanti saya jadi bs belajar byk sm bung chris.

Ok salam aja buat keluarga